MAKALAH
TENTANG GIZI BURUK
Nama
: Astutik (120701059)
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN KELAS 1-B
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
2012-2013
Kata
Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
tugas Bahasa Indonesia “Gizi Buruk”.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi Makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Jombang, 8 Desember 2012
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………………………. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
………………………………………………………………………………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan Penelitian
………………………………………………………………………………………………………………. 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gizi
………………………………………………………………………………………………...................... 5
2.2 Pengertian Gizi Buruk
………………………………………………………………………………………………………… 5
2.3 Maramus
…………………………………………………………………………………………………………………………… 6
2.4. Kwasior
…………………………………………………………………………………………………………………………….. 6
2.5 Penyebab gizi buruk
…………………………………………………………………………………………………………... 7
2.6 Statistik Indonesia
……………………………………………………………………………………………………………… 8
2.7 Fakta tentang gizi buruk
…………………………………………………………………………………………………….. 10
2.8 Strategi penanganan gizi buruk
………………………………………………………………………………………….. 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
…………………………………………………………………………………………………………………………. 13
3.2 Saran-saran
………………………………………………………………………………………………………………………… 13
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah gizi muncul akibat
masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga (kemampuan memperoleh makanan
untuk semua anggotannya ), masalah kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan
kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara
masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah
baru. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara
ASEAN lainnya.Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat
pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak,
meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang
menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan
kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro Keadaan kesehatan gizi tergantung dari
tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh.
Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya
pada anak balita diderita penyakit gizi buruk.
Hubungan antara kecukupan gizi dan
penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai
penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing – masing orang. Jumlah
kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani tenaga kesehatan
Masalah
gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi
dengan pengobatan medis/kedokteran. Namun, kemudian disadari bahwa gejala
klinis gizi kurang yang banyak ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir
yang sudah kritis dari serangkaian proses lain yang mendahuluinya.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Gizi?
2.
Apa
pengertian Gizi Buruk?
3.
Apa
pengertian Maramus?
4.
Apa
pengertian Kwasior?
5.
Apa
penyebab Gizi Buruk?
6.
Bagaimana
statistik Indonesia mengenai Gizi Buruk?
7.
Bagaimana
fakta tentang gizi buruk?
8.
Bagaimana
strategi penanganan Gizi Buruk?
1.3
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui pengertian Gizi.
2.
Untuk
mengetahui pengertian Gizi Buruk.
3.
Untuk
mengetahiu pengertian Maramus.
4.
Untuk
mengetahiu pengertian Kwasior.
5.
Untuk
mengetahui penyebab gizi buruk.
6.
Untuk
mengetahui bagaimana statistik Indonesia mengenai Gizi Buruk.
7.
Untuk
mengetahui fakta tentang gizi buruk
8.
Untuk
mengetahui strategi penanganan Gizi Buruk
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ
serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada
tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama
maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.
Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk
disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari –
hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan
rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat
penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi
ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang
berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan
zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat
pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi,
protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium,
Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium
2.2 Pengerian Gizi
Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang
badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan
menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di
bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus
atau kwashiorkor.
2.3 Marasmus
Marasmus Marasmus
adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak
tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Tanda – tanda :
v Anak tampak
sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
v Wajah seperti orangtua
v Cengeng, rewel
v Perut cekung
v Kulit keriput,
jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
v Sering disertai
diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
v Tekanan darah,
detak jantung dan pernafasan berkurang.
2.4 Kwasiokor
Kwasiokor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering
disebut busung lapar. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki
bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan
mental yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
v Tanda – tanda Kwasiokor
v Edema umumnya di seluruh tubuh
terutama pada kaki ( dorsum pedis )
v Wajah membulat dan sembab
v Otot-otot mengecil, lebih nyata
apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus.
v Perubahan status mental : cengeng,
rewel kadang apatis.’
v Anak sering menolak segala jenis
makanan ( anoreksia ).
v Pembesaran hati
v Sering disertai infeksi, anemia dan
diare / mencret.
v Rambut berwarna kusam dan mudah
dicabut.
v Gangguan kulit berupa bercak merah
yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas ( crazy pavement dermatosis
)
v Pandangan mata anak nampak sayu.
Marasmus & Kwasiokor
Penyakit ini
merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang
menyertai.
v Tanda – tanda
v Berat badan
penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut
nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya
v Tubuh
mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
v Kalium dalam
tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti gangguan
pada ginjal dan pankreas.
v Mineral lain
dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan
fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
v Gejala klinis
Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala
masing-masing penyakit tersebut.
2.5 Penyebab Gizi
Buruk
1. Penyebab utama gizi kurang dan gizi
buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum
tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah
hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan
itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi,
beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang! Tanaman
jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan
sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak,
terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan
hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk
pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan
anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
2.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi
yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat
petani bersifat ‘one dimensional,’ yakni masyarakat yang memang sangat
tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan
‘secukup’nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga
sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil
pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan
keluarga. Adanya budaya ‘alternatif’ yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk
menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari. Penyebab ketiga masih
berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan persoalan
struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan
pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat
terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan
ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan
budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu!.
Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar
mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
3.
Malnutrisi primer
Penyebab gizi
buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi
primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan.
Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan
lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan
vitamin dan mineral lainnya. Kasus
tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan
yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun,
ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat,
perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit
dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di
otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
4.
Malnutrisi
sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan
pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian
asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang
mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem
saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan
lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi
sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang
disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi
sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak.
Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih
cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak
segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering
terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal
belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut
terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis
penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya
harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang
gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan
lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu.
Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi
buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan
dan pendidikan,
2.6 Statistik
Indonesia
- Berdasarkan data Departemen
Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang
gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi
buruk (8,3%).
- Data penderita gizi kurang dan
buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas):
Tabel 1
Tahun
|
Jumlah Penduduk
|
Jumlah balita
gizi kurang dan buruk
|
Jumlah balita
gizi buruk
|
1989
|
177.614.965
|
7.986.279
|
1.324.769
|
1992
|
185.323.456
|
7.910.346
|
1.607.866
|
1995
|
95.860.899
|
6.803.816
|
2.490.567
|
1998
|
206.398.340
|
6.090.815
|
2.169.247
|
1999
|
209.910.821
|
5.256.587
|
1.617.258
|
2000
|
203.456.005
|
4.415.158
|
1.348.181
|
2001
|
206.070.000
|
4.733.028
|
1.142.455
|
2002
|
211.567.577
|
5.014.028
|
1.469.596
|
2004
|
211.567.577
|
5.119.935
|
1.528.676
|
Catatan: Jumlah balita tahun 2003
diperkirakan 8,5% dari jumlah penduduk
- WHO (1999)
mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok
yaitu rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi
(30%)
- Dengan
menggunakan pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO, Indonesia
tahun 2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena
5.119.935 (atau 28.47%) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok
gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini cenderung meningkat pada tahun 2005-2006
- Gizi masih
merupakan masalah serius pada sebagian besar Kabupaten/Kota, Data 2004
menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3% Kabupaten dan 56% Kota, dan besarnya
angka ini hampir sama jika dilihat menurut persentase keluarga miskin
ü 109 dari
347(31.4%) kabupaten/kota yang diklasifikasikan berisiko tinggi
ü 67(19.3%) kabupaten/kota resiko
sedang, dan
ü 171 (49.2%) kabupaten/kota resiko
rendah
- Jumlah kasus
gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember
2005 adalah 75.671 balita
2.7
Fakta Tentang Gizi Buruk
1.Kondisi gizi buruk termasuk busung
lapar dapat dicegah.
2.Gizi buruk adalah masalah yang bukan
hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural) tapi juga karena aspek
sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya
gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga).
Di Pidie Aceh,
Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita mengalami
gizi buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi buruk bukan
berasal dari kelurga miskin (gakin).
- Diperkirakan bahwa Indonesia
kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain
dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara
20-30%.
- Anak yang
kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan,
karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2
tahun
- Risiko
meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak
yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari
oleh keadaan gizi anak yang jelek.
- 6.7 juta balita
atau 27.3% dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat
pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang salah. 1.5 juta diantaranya menderita gizi
buruk.
- Kurang Energi Protein (KEP) ringan
sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun, meskipun dapat juga
dijumpai pada anak lebih besar
- Beberapa penelitian menunjukkan
pada KEP berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini
seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, Madang paru,
infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Tabel 2
Kekurangan vitamin, mineral dan elektrolit pada penderita
KEP
No
|
NAMA PENYAKIT
|
KEKURANGAN/
DEFISIENSI
|
GEJALA DAN TANDA KLINIS
|
Buta senja (xeroftalmia)
|
Vitamin A
|
Mata
kabur atau buta
|
|
Beri-beri
|
Vitamin B1
|
Badan bengkak, tampak rewel, gelisah, pembesaran
jantung
kanan
|
|
Ariboflavinosis
|
Vitamin B2
|
Retak
pada sudut mulut, lidah merah jambu dan licin
|
|
Defisiensi B6
|
Vitamin B6
|
Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia (kurang darah),
luka di
mulut
|
|
Defisiensi Niasin
|
Niasin
|
Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit, diare,
deementia), Nafsu
makan
menurun, sakit di ldah dan mulut, insominia, diare, rasa
bingung.
|
|
Defisiensi Asam folat
|
Asam folat
|
Anemia,
diare
|
|
Defisiensi B12
|
Vitamin B12
|
Anemia, sel darah membesar, lidah halus dan mengkilap,
rasa
mual,
muntah, diare, konstipasi
|
|
Defisiensi C
|
Vitamin C
|
Cengeng,
mudah marah, nyeri tungkai bawah, pseudoparalisis
(lemah) tungkai bawah, perdarahan kulit
|
|
Rakitis dan Osteomalasia
|
Vitamin D
|
Pembekakan persendian tulang, deformitas tulang,
pertumbuhan
gigi
melambat, hipotoni, anemia
|
|
Defisiensi K
|
Vitamin K
|
Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung dsb
|
|
Anemia Defisiensi Besi
|
Zat besi
|
pucat,
lemah, rewel
|
|
Defisiensi Seng
|
Seng
|
Mudah
terserang penyakit, pertumbuhan lambat, nafsu makan
berkurang,
dermatitis
|
|
Defisiensi tembaga
|
tembaga
|
Pertumbuhan
otak terganggu, rambut jarana dan mudah patah,
kerusakan pembuluh darah nadi, kelainan tulang
|
|
Hipokalemi
|
kalium
|
Lemah
otot, gangguan jantung
|
|
Defisiensi klor
|
klor
|
Rasa
lemah, cengeng
|
|
Defisiensi Fluor
|
Fluor
|
Resiko karies dentis (kerusakan gigi)
|
|
Defisiensi krom
|
krom
|
Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes melitus
|
|
Hipomagnesemia
|
magnesium
|
Defisiensi
hormon paratiroid
|
|
Defisiensi Fosfor
|
Fosfor
|
Nafsu
makan menurun, lemas
|
|
Defisiensi Iodium
|
Iodium
|
Pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsI mental,
perkembangan
fisik
|
2.8 Strategi
Penanganan gizi buruk :
- Revitalisasi
posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
- Melibatkan
peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial
lainnya.
- Meningkatkan
cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
- Menyediakan
sarana pendukung (sarana dan prasarana)
- Menyediakan
dan melakukan KIE
- Meningkatkan
kewaspadaan dini KLB gizi buruk
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada 4 faktor
yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi, biologi, dan
lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social – ekonomi, merupakan akar
dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak sehat serta
ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein sesungguhnya
berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang tengah
tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari
1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18
bulan. Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin
setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan mutunya.
Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari.
Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus gizi
buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena
proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai puncaknya.
Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai penelitian
menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan
otak manusia
3.2
Saran – saran
Ketidakseriusan
pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat
seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk
belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah
pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada
artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat
yang sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak yang menderita penyakit
kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan
seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Apalagi
kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang
cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya
gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan
sesuatu yang terbaik untuk anaknya yang nantinya anak tersebut dapat menolong
sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah hadapilah semuanya itu, saya yakin pasti
akan ada jalan keluarnya.
No comments:
Post a Comment